Saturday, April 30, 2011

FPI: Kenapa FPI Saja yang Selalu Dipojokkan?

Makin banyaknya laporan korban menghilang diduga direkrut Negara Islam Indonesia (NII) membuat masyarakat resah. NII juga dikaitkan dengan kasus cuci otak dan pemerasan.


Menanggapi kasus FPI, Front Pembela Islam (FPI) mengaku geram. “Ini sudah meresahkan masyarakat, kalau memang sesat kenapa pemerintah diam saja? FPI meminta Presiden untuk tegas menyikapi masalah ajaran NII ini,” ujar Ketua DPD FPI Jakarta, Habib Salim Umar Alatas, saat dihubungi VIVAnews.com, (29/4/2011).


Habib Salim menegaskan, FPI mengutuk sikap-sikap anarkis yang disinyalir akibat disusupi ajaran NII seperti pengeboman. Dia pun membantah anggapan masyarakat yang mengatakan FPI melemah menyikapi masalah NII, tak seperti saat menyikapi masalah Ahmadiyah.


Untuk saat ini, menurut dia, FPI masih terus mengkaji ajaran sesat NII yang dianggap telah merusak masyarakat. “Kami masih menyelidiki kesalahan NII, sejauh mana keterlibatan mereka merusak masyarakat, kami lagi pantau,” tegasnya.


FPI pun menyesali sikap pemerintah yang seakan tebang pilih menyikapi sesuatu. Habib Salim mencontohkan dalam beberapa aksinya, banyak anggota FPI yang ditindak tegas aparat hukum bahkan sampai dijebloskan ke dalam penjara. Sedangkan, lanjut dia, saat kejadian NII ini merebak ke masyarakat, pemerintah seakan tak ada gaungnya.


“Polisi juga harus tangkap mereka, kenapa FPI saja yang selalu dipojokkan? Kenapa pemerintah tidak senang dengan kami? Padahal kami ini membela negara, sedangkan NII yang sudah merusak dan mencuci otak generasi muda kok didiamkan saja,” ungkapnya dengan nada tinggi.


Sebelumnya, Polri mengaku ada sejumlah hambatan untuk menindak NII. Polri juga kesulitan menjerat anggota NII dengan tuduhan melakukan tindakan makar. “Siapa sekarang yang berani terang-terangan (mengaku) saya adalah NII. Itu kan cuma cerita-cerita dari mulut ke mulut,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Komisaris Besar Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta.


Menurut Boy, tindakan-tindakan yang diduga dilakukan oleh anggota NII saat ini masih sulit dijerat dengan pasal makar. Paling-paling, tindakan itu hanya dikenakan pasal-pasal tentang kriminalitas biasa. “Yang mana yang mau ditindak. Kalau menipu jelas itu penipuan, menculik itu jelas menculik. Itu kriminal murni,” kata dia.


“Aneh, Pesantren Dimata-matai, NII Tidak”


Pertanyaan besar soal Negara Islam Indonesia (NII) meliputi benak pengasuh Pesantren Tebu Ireng, Salahuddin Wahid: mengapa pemerintah seperti membiarkan NII?


Sebab, bukan kali ini saja kelompok NII dilaporkan melakukan pemerasan dan penipuan. “Ini kan aneh. Pesantren nggak ngapa-ngapain dimata-matai, NII yang sudah jelas di depan mata dibiarkan. Ada apa ini?” Gus Solah mempertanyakan di Gedung Departemen Agama, Jumat, 29 April 2011.


Adik Gus Dur ini mengaku, sudah tiga tahun lalu ia melaporkan persoalan NII pada Ansya’ad Mbai, Ketua Badan Nasional Penanggulangan Teror; Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), dan kepolisian. “Mereka sudah tahu tapi kenapa dibiarkan?” tanyanya.


Menurut Gus Solah, motif dan tujuan NII KW9 (Komandemen Wilayah 9) adalah memanfaatkan orang untuk mencari uang. “Dalam setahun katanya bisa sampai ratusan miliar rupiah.”


Dia juga meminta aparat untuk menguak keterkaitan Pesantren Al-Zaytun dengan NII. Soal dugaan adanya intelijen di balik awetnya NII, Gus Solah mengatakan sudah sejumlah orang yang mengatakan hal itu, termasuk pengamat terorisme, Al Chaidar. “Ini harus dijawab pemerintah, mudah-mudahan bukan intel. Tapi kalau ini proyek intel, kan keterlaluan banget,” katanya.


Sebelumnya, dugaan adanya keterkaitan intelijen dengan NII dibantah oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto. Dia juga membantah keterlibatan TNI di balik gerakan yang disebut akan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. “Kayak kurang pekerjaan saja TNI sama intelijen,” ujarnya.


Kepala Badan Intelijen Negara, Sutanto, meminta masyarakat untuk tidak mengait-ngaitkan intelijen dengan Pesantren Al Zaytun. “Jangan berpikir pada masa lalu. Sekarang transparan. Masyarakat bisa melihat apa yang kami lakukan,” ujar mantan Kapolri ini. •