Saturday, May 7, 2011

Ribka Tuding TNI AD Pelaku Pemindahan Makam Heru Atmodjo

Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Ribka Tjiptaning, memprotes pemindahan kuburan Letnan Kolonel Heru Atmodjo dari Taman Makam Pahlawan Kalibata. Menurut Ribka yang keluarganya juga korban peristiwa 1965 ini, pemindahan kuburan itu melanggar hukum.


Dari data Keluarga Besar Rakyat Demokratik yang aktif menelusuri kejadian ini diperoleh fakta bahwa proses pembongkarannya dilakukan secara diam-diam dan tanpa melalui prosuderal resmi. Kesimpulan KBRD bahwa pembongkaran ini diawali dari proses tanggal 10 Maret 2011, 500 orang mengatasnamakan Gabungan Umat Islam Bersatu (GUIB) aksi di DPRD Jatim, menuntut makam Heru dibongkar.


“Setelah itu, 7 orang tentara AD, pakaian sipil dan militer medatangi rumah keluarga Almarhum, memaksa agar makam dipindah. Jadi yang melakukan pemindahan adalah Militer, lebih spesifik adalah Angkatan Darat, bukan institusi yang sah untuk memutuskan memindahkan makam seseorang dari TMP Kalibata,” kata Ribka dalam rilis yang diterima VIVAnews Rabu 27 April 2011.


Sementara, menurut Panglima TNI, Laksamana TNI Agus Suhartono pemindahan sudah sesuai aturan, sesuai perundang-undangan, tak tepat dimakamkan di situ sehingga harus dipindahkan.


Ribka menyatakan, semasa hidupnya, Heru Atmodjo adalah perwira AURI dengan jabatan Asisten Direktur AURI saat terjadi peristiwa tahun 1965. Letkol (Penerbang) Heru Admojo wafat pada tanggal 29 Januari 2011 dan dimakamkan dengan upacara militer di Taman Makam Pahlawan Kalibata, karena pemegang gelar Bintang Gerilya.


Pada acara pemakaman, wakil pemerintah dan TNI bahkan mengucapkan penghargaan atas bhakti, kesetian dan jasa serta pengabdian almarhum kepada RI. Upacara kemiliteran dan jasa serta pengabdian almarhum kepada RI. Upacara kemiliteran satu regu prajurit AURI melakukan salvo senjata, pengheningan cipta dan diiringi musik penghormatan terakhir bagi sang pahlawan, menjadi tanda melepas kepergian sang pahlawan.


Karena itu, Ribka menyatakan, pemindahan kuburan Heru yang dilakukan oleh militer dalam hal ini Angkatan Darat adalah bersifat ilegal, tidak melalui prosedur hukum. Pemakaman Heru Admojo ke Taman Makam Pahlawan Kalibata adalah keputusan Negara, kalau keputusan itu dinilai salah atau menyalahi prosedural, harusnya TNI AD mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara terlebih dahulu.


Kedua, Ribka menyatakan langkah ini sangat diskriminatif, melanggar hak asasi manusia dan tidak menghargai kemanusiaan. Langkah ini membuktikan bahwa reformasi tubuh TNI masih setengah-setengah, dan tetap mengadopsi pikiran lama dalam memandang isu G30S.


“Negara harus tegas dalam menghadapi tekanan kekuatan fundamentalis, di mana kelompok fundamentalis telah menciderai pluralisme dan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika bangsa ini,” kata Ribka. “Dan yang tidak kalah penting, perlunya pelurusan sejarah Peristiwa G30S, agar kebenaran tidak menjadi monopoli kelompok tertentu, agar bangsa ini terhindar dari politik diskriminasi, anti HAM, anti kemanusiaan,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.