Sunday, May 22, 2011

Diduga Penyimpangan Kasus Antasari Terjadi sejak Penyidikan

JAKARTA--.Adanya dugaan rekayasa dalam proses hukum Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar dinilai pengacara Antasari Azhar, Maqdir Ismail sudah tercium sejak penyidikan di kepolisian bersama kejaksaan. Janggalnya Berita Acara Perkara (BAP) menjadi bukti terjadinya penyimpangan.

Menurut Maqdir, dalam Berita Acara Laporan Kejadian Perkara, pihaknya menemukan beberapa kejanggalan sangat fatal dilakukan pihak penyidik. Pasalnya BAP yang dibuat tanggal 26 April 2009 itu ditemukan poin-poin yang seharusnya tidak masuk ke dalam berita acara tetapi oleh pihak penyidik sudah dimasukkan.

Kejanggalann BAP kata Maqdir nampak pada poin mengenai penangkapan Sigid Haryo Wibisono dan penetapan Antasari sebagai tersangka. 'Bagaimana mungkin dalam BAP yang dibuat tanggal 26 April sudah berisi penangkapan Sigid dan penetapan Antasari sebagai tersangka. Sementara itu, kita semua tahu bahwa penangkapan Sigid itu baru dilakukan pada tanggal 28 April dan penetapan Antasari sebagai tersangka baru pada tanggal 1 Mei? Ini kan jadi-jadian betul. Aneh sekali BAP ini,' tanda Maqdir saat diskusi tentang Rekayasa Kasus Antasari di Jakarta, Senin (9/5).

Hal itu dibenarkan oleh mantan Staf Penyidik Mabes Polri Alfons Loemau yang juga hadir jadi pembicara dalam diskusi ini. Staf Pengajar Kepolisian bidang Konflik Sosial itu mengatakan, BAP seperti ini sudah jelas-jelas melanggar. 'Ini yang kita sebut melintir. Bagaimana mungkin sesuatu yang terjadi di kemudian hari, tapi masuk dalam BAP waktu sebelumnya. Ini kan tidak mungkin,' tandas Alfons.

Dalam keterangannya, Alfons juga menerangkan keberadaan senjata dan peluru yang dijadikan barang bukti di pengadilan. Ia tidak mengetahui persis kebenaran peluru dan senjata yang diduga dipakai pelaku. Sebagaimana dikatakan selama ini, bahwa senjata yang dipakai adalah senjata revolver 038 spesial, dengan ukuran anak peluru 9 mm.

Alfons justru meragukan temuan dr Mu’nim Idris bahwa anak peluru yang ditemukan di tubuh korban berukuran 9 mm. 'Bukan apa-apa, tapi ketepatan ukuran peluru itu hanya bisa dilakukan oleh ahli balistik di Mabes Polri, dan bukan orang awam. Ahli forensik dr Mu’nim mungkin hanya bisa mereka-reka soal posisi tembakan, dengan kemiringan tertentu dan dari jarak jauh atau dari jarak dekat. Tapi kalau soal ukuran peluru, saya agak meragukan,' ujarnya.

Kata dia, satu-satunya alat untuk mencari tahu ukuran peluru adalah mikroskop digital pembanding yang ada di Mabes Polri, dengan tingkat akurasi sangat tinggi. Terkait senjata dan peluru dalam kasus Antasari kata dia, ahli balistik harus memberikan keterangan yang tepat, apakah alur galangan atau scratching mark dan diameter atau sidik jari pada anak peluru yang ditemukan di tubuh korban identik dengan anak peluru hasil uji balistik dari senjata yang disita dari tangan orang yang dipersangkakan sebagai pelaku.

"Ini yang perlu kita ketahui dari ahli balistik Mabes Polri. Pertanyaannya, apakah ditemukan alur dan galangan. Karena setiap peluru yang keluar setiap laras senjata revolver 038 spesial itu ada alur dan galangannya. Ini yang perlu dicari tahu dari ahli balistik," ungkap Alfons.