Sunday, May 22, 2011

CULTURE STELSEL atau Tanam Paksa

( 1830-1870 )


Culturestelsel merupakan suatu kebijakan ekonomi yang dasar-dasarnya tidak berbeda dengan system Land Rente.

Kesamaan yang terdapat dalam Land Rente dan Culturestetsel ialah :

Pemerintah adalah pemilik tanah sehingga penduduk desa

merupakan penyewa tanah tersebut.


Perbedaanya ialah bahwa rakyat/petani dalam system Culturestelsel atau tanam paksa ini tidak lagi bebas menanam jenis tanaman apa yang mereka inginkan, yang mempunyai pasaran yang luas, akan tetapi bahwa pemerintah akan menentukan/memerintahkan agar petani harus menanam jenis tanaman apa yang dikehendaki oleh pemerintah.

Tentu saja Culturestelsel ini tidak hanya menimbulkan kerugian bagi penduduk desa, akan tetapi lebih baik daripada itu ialah penderitaan rakyat, terutama di Jawa.

Sebab – sebab Diterapkannya Culturestelsel:

1.Penduduk desa banyak yang tertipu/ditipu oleh para pegawai pemungut pajak tanah-land rente, yaitu para bupati yang oleh Raffles dahulu telah dimasukkan dalam jajaran pegawai pemerintah.

2.Hutang VOC yang terlalu besar pada Pemerintah Belanda sehingga sangat berpengaruh pada cadangan devisa negara.3.System monopoli atas rempah-rempah dan penanaman paksa kopi di Indonesia yang diharapkan memberikan keuntungan ternyata tidak, sebab ternyata tidak mampu untuk membiayai pemerintahan di India-Belanda; Pemerintah malah berhutang, sebagai akibat dari perang-perang yang dilancarkan Nusantara, apalagi Perang Diponegoro mengurangi harapan para penanam modal untuk mendapat keuntungan di Jawa, maupun negeri Belanda sendiri.

4.Pemerintah Belanda sendiri telah mempunyai hutanh luar negeri yang cukup besar.

Oleh karena itu, Pemerintah Belanda dalam usaha untuk memperbaiki perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri, telah dicari suatu terobosan, upaya lain guna pembayaran hutang-hutang negara maupun untuk mengisi kas negara.

Raja Belanda akhirnya menerima usul John. van de bocsh yang menyatakan bahwa satu-satunya jalan untuk mengatasi kesulitan keuangan ialah menterapkan kembali aturan lama VOC dahulu, atau menterapkan kembali “ Tanam Paksa “.

Tokoh yang sangat menentang usul dan sikap Raja tersebut adalah Mr.Elout yang pada waktu itu menjabat sebagai menteri tanah jajahan meletakkan jabatan.

Terdapat juga anggota Raad van Indie, Dewan India yang tidak setuju pada kebijakan v.d. bosch adalah Mr.P.Marcus yang minta berhenti.

v.d.Bosvh kemufian oleh Raja diangkat menjadi Gubernur India Belanda pada tahun 1829, dan tiba di India Belanda pada awal tahun 1830, tiga bulan menjelang berakhirnya Perang Diponegoro.

Ketentuan – ketentuan di atas kertas,dan dalam praktek.

Ketentuan – ketentuan di atas kertas antara lain:

1.Akan diadakan perjanjian dengan penduduk untuk menyerahkan sebagian sawahnya untuk ditanami dengan tanaman tang punya pasaran luas di Eropa.

2.Sawah yang diserahkan itu seluas 1/5 dari sawah-sawah milik satu desa;

3.Pekerjaan-pekerjaan untuk tanaman itu tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menghasilkan padi.

4.Sawah-sawah itu bebas dari land-rente;

5.Kerusakan-kerusakan tanaman dipikul oleh pemerintah, kecuali karena terdapat bukti bahwa rakyat itu malas.

Praktek”nya:

1.Bahwa perjanjian tidak diadakan dengan sukarela melainkan dengan cara paksaan dengan para kepala desa; dan itu cukup mudah dilaksanakan sebab orang2 Jawa dan Sunda menurut perintah; sitem pengolahan tanah secara individual belum ada; yang ada bersifat konunal/bersama.

Dengan begitu beban rakyat semakin bertambah dengan tingkah laku para pegawai Belanda.

1.Rakyat seringkali harus menyerahkan ½ dari luas tanahnya bahkan lebih;akibatnya:

-pekerjaan dan lama bekerja bertambah;sedangkan

-upah tetap rendah sekali;

-rakyat terancam bahaya kurang pangan;

-terlalu banyak jumlah orang yang bekerja

-Tanah yang digunakan adalah tanah yang subur dan terbaik, tanpa menghiraukan keadaan penduduk.

2. Tanah pertanian milik para petani banyak yang tidak terurus karena sebagian besar mereka harus meninnggalkan desanya berbulamn-bulan untuk menggarap tanah untuk komoditi dagang tertentu seperti nila.

Selain pekerjaannya berat, juga upahnya terlalu rendah. Tanam paksa yang dirasa paling berta adalah penanam tebu (jauh dari pabriknya).

3. Sawah2 yg diserahkan harusnya bebas dari land-rente tapi kenyataannya tidak.Akikibatnya beban rakyat berganda selain terkena culturestelsel juga land-rente.

4. Kerusakan tanaman tidak pernah dipikul/ditanggung oleh pemerintah. berarti upah dibayar hanya jika ada setoran hasil panen;jika terjadi wabah, banjir dan kekurangan air, maka jadi risiko rakyat/petani sendiri.`

Jadi nampak sekali bahwa Cultuerstelsel adalah wujud kasar sari eksploitasi pemerintah dengan monopoli yg risikonya dibebankan pd rakyat.

Selain ketentuan2 tanam paksa di atas, rakyat masih dibebani lagi sejumlah rodi dan kewajibam-kewajiban lain pd pemerintah seperti:

1.Pembuatan dan pemeliharaan jalan-jalan dan jembatan oleh penduduk tanpa diupah.

2.Pembuatan benteng-benteng tanpa penduduk rakyat yg bekerja dbr upah; sistim rodi seperti ini memberi keuntungan bagi pemerintahan, tapi banyak penduduk mati karena tidak ada upah, kelaparan, dan tidak dirawat;oleh itu Pemerintah Belanda melarang rodi-rodi di benteng2.

3.membuat rumah bagi pegawai2 Eropa.

4.meminjamkan sapi/kuda untuk keperluan pemerintah;

5.rodi bg Kades berupa pajak pemotongan babi, sapi, kambimg, pajak atas kolam ikan, warung, dll.

6.rodi menanam tembakau; berakibat pada kelaparan hebat di demak dan grobogan( Jateng ).

7.penduduk diwajibkan menyetor panren padinya untuk digiling di penggilingan swasta th.1843.

Agar pemerintah dapat keuntungan bersar dari system tanam paksa ini dan setoran2 lancar maka pemerintah menberikan perangsang pd pegawai Belanda maupun Kades2 suatu perangsang dinansial,keuangan dengan nama cultuuroroocenter, bila penjualan tanama ekspor)gula, nila/indigo, teh, tembakau, kayu manis dan kapas) yg diserahkan pegawai Belanda, Bupati /kades berhasil mencapai/melampaui target.

Cara ini ternyata membuat rakyat makin cenderung menderita karena target harus dicapai para petugas tsb.

Reaksi2 terhadap Culuterstelsel:

1.Baron van hoevel, anggota Iveede Kamer( DPR ), yg membela kepentingan rakyat Indonesia; ia mengganggap pemerintah Belanda harus memenuhi kepentingan dan kebutuhan rakyat, dan rakyat harus dilindungi terhadap tindakan2 sewenang-wenang para pejabat.

2.Dauwes Dekker, yang terkenal dengan KUITA TULI ; bekas asisten Residen di Leran( Banten ) DGN BUKUNYA MAX H.VELLAR. Buku ini nembuat perhatian pemerintah Belanda pada rakyat Indonesia semakin besar.

3.Frans van de Putte, seorang pemilik perkebunan besar, dengan pamfletnya berjudul SUIKER CONTRACTEN (kontrak2 gula).

4.Kedua tulisan diatas sangat antusias diterima kaum liberalis dan menjadikannya sebagai senjata ampuh dengan dalih humanisme, mereka menentang pemerintahannya dan masih memberi perhatian mendalam pada bangsa Indonesia.

Kaum liberalis dengan liberalismenya mendesak pemerintah Beland a agar membuka Indonesia bagi penanaman swasta Belanda.

Akibat reaksi2 diatas:

1.Th 1860-1867 tanam paksa untuk tanaman2 ekspor seperti lada , nila, teh, dll dihapuskan;

2.th 1870 pemerintah parlemen Belanda mengeluarkan UU Agraria/AGRARIASCHE WET.

Tujuannya: -melindungi petani2 Indonesia terhadap kehilangan hak2 miliknya pada orang2 asing dan agar tanah 2 itu bisa disewa oleh kalangan non-pribumi Indonesia.